Halloween (btw, bener nggak ya ejaannya?). Does it mean anything for you? Mungkin bagi sebagian orang tanggal 31 Oktober berarti another party with another theme. The same gedek-gedek, ajeb-ajeb, hingar bingar…only with different costumes. I never like that kind of crowd. Terlalu memusingkan dan terlalu memekakkan telinga.
Dan ketika mengalami keriuhan Halloween malam itu di Khao San, Bangkok, pikirku melayang kemana-mana. Rupanya beginilah yang disebut sebagai gegar budaya. Khao San adalah salah satu area yang sering didatangi turis di Bangkok. Suasananya mirip Kuta Bali –penuh dengan bar, club, dan toko-toko. Dan malam itu Khao San membludak, dipenuhi orang dengan berbagai kostum Halloween. Anak muda dengan pakaian serba hitam bertebaran dimana-mana. Belum lagi yang menggambari mukanya seperti genderuwo, setan, hantu, vampire…lengkap dengan tanduk merah menyala. Kebebasan berekspresi nampak nyata sekali malam itu.
Aku jadi ingat ketika dua tahun yang lalu seorang temanku di Belgia merasa gusar akibat mulai maraknya perayaan Halloween disana, dimana anak-anak kecil mulai suka memakai kostum alam gaib, membawa labu, berjalan dari rumah ke rumah dan mengetuk-ngetuk pintu rumah tetangganya. Temanku bilang, "This is not our culture!" –sambil bersungut-sungut.
Ketika dominator global melalui media massa dan informasi yang tanpa sekat dan batas mendikte kemana perdaban harus menuju, maka kita saksikan gegar budaya terjadi dimana-mana. Dan pada satu titik kita tersadarkan, kemana pun kita pergi, kita seakan-akan tidak pergi kemana-mana –kita nonton CNN dan film Hollywood, makan di McDonald, ngopi di Starbucks, dll..dll..dll.